Wider or Narrower ????
Market Review
Setelah 3 hari berturut-turut menguat hingga mencapai level tertinggi dalam sekian bulan terhadap mata uang utama dunia lainnya, dollar berbalik melemah pada sesi perdagangan kemarin seiring dengan aksi penyesuaian posisi dan profit-taking para pelaku pasar menjelang data-data paling menarik yang dijadwalkan rilis pekan ini.
Hingga akhir sesi perdagangan New York, euro menguat sekitar 0,3 persen dan ditutup di kisaran 1.2019 terhadap dollar.
Sekali lagi, melemahnya euro hingga menembus level di bawah 1.2000 terhadap dollar terbukti tidak mampu bertahan lama. Hal ini mengindikasikan masih cukup tingginya tingkat permintaan dari para pelaku pasar jangka panjang seperti misalnya bank-bank sentral untuk membeli euro di level serendah itu.
Demikian pula, poundsterling juga berhasil menguat 0,3 persen di kisaran 1.7507, setelah pada sesi perdagangan sebelumnya sempat untuk pertama kalinya sejak tanggal 27 Juli yang lalu, jatuh menembus level 1.7400 terhadap dollar.
Sementara terhadap yen, dollar bergeser dari posisi tertingginya dalam 17 bulan dan diperdagangkan di kisaran 114.35 pada akhir sesi.
Bank of Japan (BoJ) kemarin untuk ke sekian kalinya dalam 5 tahun terakhir, kembali memutuskan untuk mempertahankan tingkat suku bunganya yang mendekati nol persen. Meski demikian optimisme bank sentral bahwa Jepang akan segera pulih dari deflasi dalam waktu dekat merupakan salah satu faktor yang mendukung bagi yen.
Membaiknya perekonomian dan makin sehatnya iklim investasi di Jepang merupakan jaminan bagi penguatan yen nantinya. Data terakhir, yang dirilis kemarin menunjukkan Machinery Orders Jepang naik melebihi perkiraan pada bulan Agustus sementara indeks Nikkei mengalami lonjakan peningkatan terbesar dalam setahun terakhir.
Pidato beberapa pejabat Federal Reserve, termasuk di antaranya Chairman Fed Alan Greenspan, meski menyinggung masalah perekonomian, tidak berpengaruh signifikan bagi pergerakan mata uang.
Dalam pidatonya, Greenspan sebagian besar hanya mengulang pernyataan-pernyataannya mengenai fleksibilitas ekonomi pada pidato sebelumnya, tanggal 27 September yg lalu.
Demikian pula komentar anggota Dewan Gubernur Federal Reserve Susan Schmidt Bies dan Mark Olson, tidak begitu berpengaruh bagi market.
Mark Olson, satu-satunya anggota komisi kebijakan bank sentral yang mengusulkan dipertahankannya tingkat suku bunga pada pertemuan terakhir FOMC bulan lalu, berjanji akan mengawasi perkembangan harga-harga energi dalam beberapa bulan ke depan untuk melihat apakah kenaikan tajam harga-harga energi tersebut akan memicu naiknya pula tekanan inflasi.
Market Focus
Para pelaku pasar sendiri mulai mengalihkan perhatian mereka pada data neraca perdagangan Amerika yang dijadwalkan rilis pukul 19:30 WIB nanti malam dan pada data inflasi, Retail Sales dan Consumer Confidence hari Jumat besok.
Untuk data neraca perdagangan atau Trade Balance nanti malam, para analis memperkirakan defisit perdagangan pada bulan Agustus membengkak menjadi sekitar 59.5 milyar dollar. Data ini berpotensi negatif bagi dollar sebab dapat semakin menegaskan anggapan bahwa Amerika sangat tergantung dana dari luar untuk membiayai defisit-defisitnya tersebut.
Sementara itu, dari zona Euro, akan dirilis data GDP kuarter kedua pada pukul 16:00 WIB. Diperkirakan tidak ada perubahan dari angka estimasi pertumbuhan sebelumnya, yakni 0,3 persen, yang berarti penurunan dari angka pertumbuhan 0,5 persen pada kuarter sebelumnya.
Technical Comment
GBP sempat terjungkal hingga ke bawah level 1.7400 walau akhirnya ditutup di kisaran 1.7517. Sentiment turun masih sangat mendominasi. Bila sekali lagi level 1.7400 berhasil dilewati, maka bisa dipastikan level 1.7270 akan hadir kembali. Untuk dapat kembali rebound - mengingat prediksi buruknya data US - maka GBP perlu memastikan level 1.7400 dan 1.7550 sebagai support yang kuat.